, ,

    SEJAK kemunculannya, kisah islami berkaitan dengan al-Quran dan kisah-kisah di dalamnya. Kisah-kisah (dalam al-Quran) itu membentuk cerita yang terpenting dan paling rinci. Karena itu al-Quran menyebut dirinya sebagai "ahsanul qashas" dan "alqashas al-haq" (kisah-kisah terbaik dan benar). Dalam kisah-kisah menyorot balik perbuatan suatu bangsa, negara, umat, nabi dan rasul terdahulu. Kisah-kisah itu mampu menggiring sejarah tentang eksistensi manusia dengan kapabilitas intelegensia tertentu yang disebut dengan "Ulul Albab" (manusia cendikia). Imam Fakrurroji bahkan menyebut kisah-kisah qurani tersebut sebagai "kumpulan kalimat universal yang menunjuk jalan agama, membimbing pada kebenaran dan membantu keinginan sukses ". (Imam Fakrurroji, Tafsir Al-Kabir). Imam Zamaksyari, dalam tafsirnya, menyebut kisah dalam al-Quran sebagai "kisah-kisah yang melembutkan hati".
                Kisah para nabi menempati posisi paling awal dalam al-Quran barangkali karena nabi dan sejarahnya berperan sangat penting dalam sejarah hidup manusia, atau bahkan dijadikan sebagai simbol pemerdekaan jiwa zoon politicon manusia, atau sebagai rekaman perjalanan spiritual imani daripada proses perjalanan politik-sosial yang diwakili sejarah politik. Karena itu, para sejarahwan klasik kerap menghubungkan kedua dimensi sejarah antropologis: sejarah rasul dan raja, ---seperti dicatat oleh Atthabari dalam kitab sejarahnya yang populer itu---, atau antara manifestasi sejarah antropologi dan interiornya, seperti ditegaskan oleh Ibnu Khaldun. Kisah para nabi ini merupakan basic pembelajaran diri kanak-kanak, sekaligus sebagai upaya pengenalan sunnah alam sejak dini yang pada akhirnya mewujudkan kehendak ilahi.
                Kisah umat dan nabi terdahulu diformat dan ditinjau ulang periwayatannya dari sumber aslinya (al-Quran). Pada masa Rasulullah, para pengkisah dan penasehat dilakukan secara verbal (leluri). Begitupula pada abad-abad sesudahnya. Misalnya kisah-kisah agamis tersebut diriwayatkan oleh para pakar hadis, pengkhabar, sejarahwan dalam kitab sunnah, kitab sirah, tafsir, sejarah, tasawuf dan lain-lain. Lalu pada tahap selanjutnya beralih pada fase sastra umum dan dongeng klasik masyarakat. Kita bisa ambil beberapa contoh, diantaranya sejarah Ibnu Hisyam, sirah Al-Halaby, dan kitab-kitab sejarah klasik (seperti At-Thabari, al-Ya'qubi, Ibnu Katsir, dan Ibnu Khaldun). Demikian pula kitab-kitab sejarah agama, seperti Milal wa Nihal karangan syekh Shahrastani, kitab-kitab tafsir dan hadis, kitab-kitab khusus kisah para nabi (kitab-kitab ini cukup mewakili referensi kisah islami yang dimulai dari kisah-kisah para nabi hingga kisah masyarakat Badawi yang jauh terpencil, hingga sirah (sejarah hidup) Nabi Muhammad saw. Kitab-kitab narasumber ini kemudian meluas, mencakup kitab-kitab sastra umum seperti “al-Aqdu al-Farid” karangan Ibnu Abdu Rabbih, “Amali” karya Abu Ali Al-Qali, Al-Kamil karya Al-Mubarrod, dan lain-lain. Sebagai catatan, cerita rakyat juga mengandung sebagian kisah para nabi (seperti dalam sirah 'Antarah). Para pengarang dan penyusun kisah para nabi ini menambahkan nash-nash al-Quran sebagai pondasi dalam membangun konstruksi kisah dan sirah dalam kitabnya. Ini yang kemudian kita kenal dengan "kisah-kisah israiliyat" yang dilarang itu. Sementara di bagian lain ada pula yang memuat legenda Persia, India dan Yunani yang disebut dengan al-asathir al-awwalun atau legenda orang-orang lama, cerita Arab Purba dan legenda Arab, serta sejarah Arab pra-Islam. Ini membuat kisah religius menjadi gudang kekayaan dengan materi pertamanya yaitu kreasi seni sastra islami dan sejarah emosi manusia yang berupaya menuntun hidayah dan agama yang benar. 
    Apabila para sejarahwan tidak melihat materi yang melimpah ruah ini sebagai materi yang "reliable" untuk dijadikan sebagai bahan sejarah –seperti dimensi waktu dan peristiwa tertentu-, maka itu tidak akan menghalangi para sejarahwan dan pengarang sirah klasik untuk tetap mendulang instrumen yang melimpah tersebut. Seperti yang dilakukan pengarang sirah Al-Halaby yang memandang sirahnya sebagai budak yang tidak mengenal halal-haram, pun tidak mengaitkannya dengan hukum. Yang boleh dipertikaikan dalam pandangan ulama modern, dan yang mewajibkan penelitian dan penggalian data tentang validitas berita tertentu hanyalah yang berkenaan dengan hudud (sanksi-sanksi syariat) dan mengetahui halal-haram. Demikian yang disinggung Zaghlul Abdul Hamid dalam "Al Anbiya wa Al Mutanabbi'un qabla Zuhur al-Islam" (Nabi dan Kelompok Pengaku Nabi Pada Masa Pra-Islam).
    Sejarah keimanan manusia berkaitan erat dengan para nabi sejak awal penciptaan dan kebangkitannya. Kabar klasik juga menyinggung bahwa jumlah para nabi melampaui hitungan angka. Namun Nubuwah, seperti yang digambarkan al-Al-Quran, berkaitan erat dengan kehendak dan keesaan ilahi.
    "yanzilu al malaikatu birruuhi min amrihi ala man yasyaau min ibaadihi an anziruu annahuu laa ilaaha illaa ana fattaquun".
    Allah swt mengutus para rasul-Nya kepada semua umat, tanpa kecuali, menyeru mereka agar menyembah-Nya dan menjauhi thaqhut, serta mengimani rasul-rasul yang diwahyukan dan rasul terdahulu. Kisah-kisah ini dikenal oleh mereka yang disebut sebagai ulama. Maka, hanya keadilan Tuhanlah yang akan menyiksa bangsa-bangsa terdahulu yang mengingkari keberadaan mereka.
    "wa maa kaana roibbuka muhlikal quraa hatta yab'atsa fi ummiha rasuulan yatluu 'alaihim ayaatina wa maa kunnaa muhlikil quraa illaa wa ahluhaa zaalimuun".
    Al-Quran tidak membatasi nama-nama para nabi melainkan yang asasi: Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, kemudian Muhammad saw penghulu segala nabi. Kemudian dilanjutkan dengan Daud, Sulaiman, Ya'qub, Yusuf, Ayyub, Ismail, Syuaib, Hud dan Shalih alaihimussalam. Nabi-nabi ini tergabung dalam kelompok Ibrani, Suryani dan Arab, yaitu bangsa-bangsa yang di arabkan yang membentuk peradaban pertama manusia di wilayah Timur Dekat kuno. Demikian para sejarahwan klasik menyebutnya terhadap fantasi mereka dalam mengkalkulasi jumlah para nabi. Sirah Halabi menyebutkan nabi Bani Israil itu ada seribu. dan sampai Wahab bin Munabbih periwayat asathirul awwalun dengan perbagai jumlah para nabi semuanya berjumlah 124 ribu!! Adapun para rasul terbatas jumlahnya berdasarkan al-Quran, yaitu hanya 25 nabi dan rasul. Karena rasul itu lebih khusus daripada Nabi, setiap rasul adalah nabi, dan tidak semua nabi adalah rasul. (by: Taufik Munir) []


    Silakan merefer pada Al-Adab Al-Islami, karya Al-Kailani.

    Sebuah peringatan yang sangat menakutkan. Peringatan dari seorang yang memiliki kedudukan yang penting. Peringatan itu disampaikannya di depan masyarakat muslim di Makassar, Sulawesi Selatan.
    "Indonesia akan karam, bukan karena bencana. Indonesia akan karam, karena bencana yang lebih dahsyat. Bencana yang lebih dahsyat, bukan bencana alam. Tetapi bencana ketidak adilan. Bencana ketidak adilan itulah yang akan mengakibatkan Indonesia karam", ujar Mahfud. (Media Indonesia, 18/11)

    Di tengah-tengah suasana yang khusu’ dan hening, di depan ribuan jamaah shalat Idul Adha, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengingatkan akan ancaman dan bencana terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah ketidak adilan.

    “Maraknya jual beli hukum adalah bencana ketidak adilan. Negara yang tidak dapat menegakkan hukum akan hancur di manapun dan di masa apapun”, ujar Mahfud dalam khotbah Idul Adha di Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M.Yusuf, Makassar. Selanjutnya, Mahfud mengingatkan bahwa Indonesia sedang dalam masalah besar dan terancam karam, bukan karena perbedaan antar umat beragama, melainkan karena hukum dan keadilan yang tidak ditegakkan.

    Belakangan ini memang Indonesia dihadapkan sebuah persoalan besar, yang akan sangat mempengaruhi masa depannya. Persoalan besar itu adalah masalah hukum, dan adanya ketidak-adilan, yang terus berlangsung di Indonesia. Kasus-kasus hukum yang menggambarkan terjadinya jual beli hukum, dan akhirnya menimbulkan rasa ketidak-adilan bagi bangsa Indonesia. Rakyat merasa terus dihadapkan sebuah keadaan yang menggambarkan Indonesia, mirip negara antah-berantah. Hukum hanya berlaku bagi orang-orang yang lemah dan tidak memiliki kedudukan di masyarakat.
    Sebaliknya hukum menjadi bebal dan penegak hukum tak berguna, ketika harus berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kedudukan atau orang-orang yang mempunyai akses dengan kekuasaan, atau orang-orang yang memiliki kekuatan uang. Hukum tidak tegak ketika berhadapan dengan mereka. Pameo yang sudah jadul tentang ‘KUHP’ yang diplesetkan dengan ‘Keluar Uang Habis Perkara’, sudah menjadi fakta sehari-hari. Betapa hukum seperti benda yang dapat diperjualbelikan.

    Karena tidak adanya keadilan itu, maka harapan bagi masa depan Indonesia yang akan menjadi negara yang  makmur, adil, serta maju, hanya sebuah utopia. Tidak akan pernah terjadi sepanjang kehidupan. Selama negeri di kelola oleh orang-orang yang sudah rusak secara moral, dan ikut berkolusi dengan berbagai kejahatan dan para penjahat yang sangat merusak. Hukum hanya ditegakkan kepada orang-orang yang lemah. Hukum hanya diperuntukan bagi mereka yang dalam posisi lemah. Sebaliknya, hukum tidak tegak dan bermakna apapun bagi orang-orang yang memiliki akses kekuasaan, uang, dan pengaruh.

    Cita-cita reformasi menjadi mati. Selama hampir lebih satu dasawarsa tidak ada perubahan yang dapat memberikan rasa optimisme, khususnya bagi penegakkan hukum. Justru di masa reformasi ini semakin telanjang berbagai kejahatan dan pelanggaran hukum. Pemerintah seakan tidak mampu lagi menghadapi berbagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum yang ada.
    Pemerintah menjadi lumpuh. Pemerintah tidak berkutik hanya menghadapi Gayus. Pemerintah menjadi mandul ketika harus berhadapan dengan seorang pegawai Ditjen Pajak Golongan III A, yang bernama Gayus. Gayus menjadi seorang yang sangat ‘luar biasa’, yang bisa menundukkan sebuah kekuasaan pemerintah dan negara. Gayus dapat meluluhkan lantakkan aparat penegak hukum, seperti polisi dan kejaksaan.

    Presiden SBY harus membawa masalah Gayus dan Misbakhun di dalam rapat kabinet. Sungguh luar biasa. Gayus bisa meninggalkan Rutan Mako Brimob, Kalapa Dua, kapa dia mau. Bahkan, bisa  pergi ke Bali, menonton tenis, dan menginap di hotel mewah Westin, dan bahkan konon  bertemu dengan seorang tokoh partai politik.

    Mengapa Gayus yang hanya pegawai golongan III A, kasusnya harus dibawa ke sidang kabinet, dan dibahas oleh para pejabat tinggi negara? Gayus bisa keluar masuk Rutan, tanpa sedikitpun kesulitan apa-apa. Artinya, Gayus lebih banyak keluar Rutan dibandingkan dengan di dalam Rutan. Seorang Gayus bisa mendikte aparat penegak hukum, dan melumpuhkan mereka.

    Presiden SBY juga mengeluhkan terhadap kasus Misbakhun, yang terkait dengan tuduhan dana $ 22,5 juta dolar dari Bank Century, yang mula-mula dikenakan tuntutan 8 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar, tetapi kemudian di vonis hanya 1 satu tahun penjara. Meskipun jaksa mengadilan banding atas keputusan pengadilan itu. Sungguh ini menjadi gambaran yang sangat absurd di negeri ini, yang ingin menegakkan hukum, dan ingin mewujudkan ‘good governance’. Semuanya ini hanyalah menjadi sia-sia belaka.

    Apakah dengan kasus Gayus dan Misbakhun yang dibahas dalam rapat kabinet ini, hukum akan dapat tegak dengan adil? Presiden SBY seperti nya sudah kehilangan sebuah ‘momentum’, hanya bertindak ketika sebuah kasus sudah menjadi domain publik, dan menimbulkan kekecewaan yang menggunung. Maka peristiwa ini akan semakin menyebabkan frustasi dan kekecawaan yang yang dialami masyarakat yang menginginkan ditegakkan keadilan.

    Lebih pahit lagi. Bagaimana sekarang kalau mengikuti  perkembangan dan informasi yang dilansir berbagai media, yang memberitakan bahwa penjara-penjara yang ada menjadi pusat peredaran dan pengendalian jual beli narkoba. Sungguh tidak masuk akal bagaimana penjara yang sangat tertutup dan dijaga rapat-rapat bisa menjadi pusat pererdaran dan pengendalian peredaaran dan perdagangan narkoba? Apakah para narapidana yang dapat mengendalikan narkoba itu tanpa sepengetahuan aparat?

    Semua peristiwa yang sudah sangat transparan di berbagai media itu, hanyalah akan membenarkan apa yang dikatakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK),  Mahfud MD, bahwa Indonesia akan karam. Indonesia akan tenggelam akibat maraknya jual-beli hukum, dan adanya ketidak adilan. Wallahu’am. (eramuslim.com)


    ,

    ___فصل
    فى ماهية العلم، والفقه، وفضله
    

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة 
    اعلم, بأنه لايفترض على كل مسلم، طلب كل علم وإنما يفترض عليه طلب علم الحال كما قال: وأفضل العلم علم الحال، وأفضل العمل حفظ الحال ويفترض على المسلم طلب ما يقع له فى حاله، فى أى حال كان، فإنه لابد له من الصلاة فيفترض عليه علم ما يقع له فى صلاته بقدر ما يؤدى به فرض الصلاة، ويجب عليه بقدر ما يؤدى به الواجب، لأن ما يتوسل به إلى إقامة الفرض يكون فرضا، وما يتوسل به إلى إقامة الواجب يكون واجبا

    Rasulullah SAW bersabda, "Menuntut ilmu wajib bagi Muslim laki-laki dan Muslim perempuan".

    Perlu diketahui, bahwa setiap umat Islam tidak wajib mempelajari seluruh ilmu, melainkan diwajibkan mempelajari “ilmu Hal” (Ilmu Praktis). Sebagaimana seseorang mengatakan "ilmu yang paling utama adalah Ilmu Praktis. Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga Hal (perilaku)".

    Dengan demikian wajib bagi umat Islam mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan kekinian, dalam hal apapun juga. Oleh karena mereka wajib mendirikan shalat, maka mereka wajib mempelajari ilmu yang berkaitan dengan shalatnya, sekadar untuk melaksanakan fardhu-fardhu shalat. Juga wajib bagi mereka mempelajari wajib-wajib shalat sekadar untuk melaksanakan wajib-wajib shalat. Mengapa? Sebab segala sesuatu yang mengantarkan kepada yang fardhu maka hukumnya fardhu, dan setiap sesuatu yang memperantarai terlaksananya hal yang wajib, maka hukumnya wajib.

    وكذا فى الصوم، والزكاة، إن كان له مال، والحج إن وجب عليه.   وكذا فى البيوع إن كان يتجر. قيل لمحمد بن الحسن، رحمة الله عليه: لما لاتصنف كتابا فى الزهد؟ قال: قد صنفت كتابا فى البيوع، يعنى: الزاهد من يحترز عن الشبهات والمكروهات فى التجارات.
                وكذلك فى سائر المعاملات والحرف، وكل من اشتغل بشيئ منها يفترض عليه علم التحرز عن الحرام فيه.

    Begitupula wajib mempelajari ilmu tentang puasa, zakat (kalau dia memiliki harta), dan haji (jika ia sudah mampu). Demikian juga tentang jual-beli jika dia berdagang.

    Muhammad Bin Al Hasan pernah ditanya mengapa beliau tidak menyusun kitab tentang zuhud, beliau menjawab, "aku sudah menyusun sebuah kitab tentang jual beli". Maksud beliau, yang dikatakan zuhud ialah menjaga diri dari hal-hal yang syubhat (tidak jelas halal haramnya) dan yang dimakruhkan dalam berdagang.

    Begitupula seluruh bidang mu’amalah (interaksi sosial, seperti perdagangan) dan profesi, tiap orang yang sibuk dengan tugas-tugasnya ini wajib mengetahui tata cara berdagang dalam Islam supaya dapat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan.

    وكذلك يفترض عليه علم أحوال القلب من التوكل والإنابة والخشية والرضى، فإنه واقع فى جميع الأحوال.
                وشرف العلم لايخفى على أحد إذ هو المختص بالإنسانية لأن جميع الخصال سوى العلم، يشترك فيها الإنسان وسائر الحيوانات: كالشجاعة والجراءة والقوة والجود والشفقة وغيرها سوى العلم.
                وبه أظهر الله تعالى فضل آدم عليه السلام على الملائكة، وأمرهم بالسجود له.

    Setiap orang Islam juga harus mengetahui ilmu-ilmu yang berkenaan dengan perihal batin/hati, misalnya tawakal, tobat, takut kepada Allah, dan ridha. Sebab, semua itu terjadi pada segala keadaan.

    Tidak ada seorangpun yang meragukan akan pentingnya ilmu pengetahuan, karena ilmu itu khusus hanya dimiliki ummat manusia. Adapun selain ilmu, itu bisa dimiliki manusia dan bisa juga dimiliki binatang. Dengan ilmu  pengetahuan, Allah ta’ala mengangkat derajat Nabi Adam a.s diatas para malaikat – dan karena itu pula malaikat diperintah oleh Allah agar sujud kepada Nabi Adam a.s.

    وإنما شرف العلم بكونه وسيلة الى البر والتقوى، الذى يستحق بها المرء الكرامة عند الله، والسعادة والأبدية، كما قيل لمحمد بن الحسن رحمة الله عليهما شعرا:



    Ilmu itu sangat penting karena ia sebagai media (perantara) untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima kedudukan terhormat disisi Allah, dan keuntungan yang abadi. Sebagaimana dikatakan Muhammad bin Al Hasan bin Abdullah dalam syairnya:



    تعـلـم فــإن الـعلـم زيـن لأهــلــه                      وفــضـل وعــنـوان لـكـل مـــحامـد
    وكــن مـستـفـيدا كـل يـوم زيـادة         من العـلم واسـبح فى بحـور الفوائـد
    تـفـقـه فإن الـفــقـه أفــضـل قائـد                     الى الــبر والتـقـوى وأعـدل قـاصـد
    هو العلم الهادى الى سنن الهدى                     هو الحصن ينجى من جميع الشدائد
    فـإن فـقيــهـا واحــدا مــتـورعــا                        أشـد عـلى الشـيطـان من ألـف عابد



    Belajarlah! sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya 
    # penuh keutamaan dan alamat orang-orang terpuji


    Jadilah tiap hari menambah ilmu yang manfaat
    # Dan berenanglah di samudera ilmu yang penuh manfaat


    Belajar pula ilmu agama, karena ia adalah nakoda terbaik
    # menuju kebajikan, taqwa, dan satu-satunya tujuan lurus

    Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan penuh petunjuk
    # Dialah tameng yang melindungi dari segala marabahaya

    Seorang ahli ilmu agama yang wara’
    # lebih berat bagi syetan daripada menggoda seribu ahli ibadah yang bodoh

    والعلم وسيلة إلى معرفة: الكبر، والتواضع، والألفة، والعفة، والأسراف، والتقتير، وغيرها) ، وكذلك فى سائر الأخلاق نحو الجود، والبخل، والجبن، والجراءة.
                فإن الكبر، والبخل، والجبن، والإسراف حرام، ولايمكن التحرز عنها إلا بعلمها، وعلم ما يضادها، فيفترض على كل إنسان علمها.
                وقد صنف السيد الإمام الأجل الأستاذ الشهيد ناصر الدين أبو القاسم كتابا فى الأخلاق ونعم ما صنف، فيجب على كل مسلم حفظها.

    Ilmu juga media agar mengetahui kesombongan, kerendahhatian, kasih sayang, pandai jaga diri, pemboros, pelit, dan lain sebagainya. Begitupula dengan akhlak-akhlak lainnya seperti baik hati, pelit, pengecut, dan pemberani.

    Sifat sombong, kikir, penakut, sikap boros, hukumnya haram. Tidak mungkin bisa menghindar dari sifat-sifat itu tanpa mengetahui kriteria sifat-sifat tersebut serta mengetahui cara menghilangkannya. Oleh karena itu setiap orang Islam wajib mengetahuinya.

    Adalah As-Syahid Nasyiruddin telah menyusun kitab yang membahas tentang akhlak. Kitab tersebut sangat bermutu, dan perlu dibaca. Karena setiap orang Islam wajib memelihara akhlaknya. (bersambung).
    (Alih bahasa: H. Taufiq Munir)

    Bila bencana melanda, siapa yang bisa menyangka?

    Berbagai bencana alam, kembali menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari 'tsunami' kecil di Wasior, Papua, yang menewaskan lebih dari 150 orang, disusul banjir di Jakarta yang mampu menghentikan denyut jantung aktivitas perekonomian Ibu Kota, lalu gempa dan tsunami di pantai Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat, yang merenggut lebih dari 115 nyawa, hingga awan panas Gunung Merapi yang mencapai suhu 8000C di Yogyakarta, seakan ikut andil untuk 'menyapa' manusia. Fenomena alam ini tak ubahnya secuil bukti kemahakuasaan Allah untuk menggambarkan betapa kecilnya kuasa manusia di dunia.

    Lebih dari empat miliar tahun planet bumi diciptakan beserta sumber dayanya, tak lain adalah untuk memfasilitasi hidup manusia. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk nomaden yang berasal dari alam azali, berpindah ke alam rahim, lalu lahir ke alam dunia. Selanjutnya, diantarkan ke alam barzakh dengan tempat pemberhentian di alam akhirat.

    Sesungguhnya, batas waktu (time limit) khalifah di bumi ini sangat singkat. Ia laksana seorang pengembara yang mampir untuk sekadar minum. Begitulah Rasullullah SAW menggambarkan kehidupan manusia di dunia.

    Setiap bayi yang lahir di alam fana ini tidak punya pilihan untuk hidup, kecuali dengan dua buah kitab, yakni kitab catatan perbuatan baik (sijjin) dan perbuatan buruk (illiyin). Itulah yang akan menyertainya sampai akhirat nanti. Ditambah lagi, dengan amanah Allah yang khusus diberikan kepada manusia, yakni shalat.

    Suatu ketika sahabat melihat Ali bin Abi Thalib RA ketika berwudhu. Kulitnya tampak berwarna kuning, dan badannya gemetar ketika shalat. Sahabat lain yang menyaksikannya kemudian bertanya kepada menantu Rasullullah itu. "Wahai Ali, mengapa engkau kelihatan seperti tidak sehat ketika berwudhu dan shalat?" Ali menjawab; "Bagaimana aku tidak gemetar, jika gunung, pohon, dan makhluk lainnya saja, tidak sanggup memegang amanah Allah ini."

    Hidup di dunia sangatlah singkat, tak sebanding dengan kehidupan di akhirat. "Para malaikat dan Jibril naik menghadap Allah, dalam sehari setara dengan 50 ribu tahun." (QS Al-Maarij [70]: 4).

    Berarti, waktu sehari di akhirat sama dengan 50 ribu tahun di dunia. Bila dikonversikan dengan umur manusia berdasarkan usia Rasullullah SAW (63 tahun), maka kehidupan manusia setara dengan 1 menit 49 detik di akhirat. Suatu waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu, berhitunglah! Wallahu a'lam. [Republika]


Top