KEDUDUKAN AKAL, NAFSU, DAN QALBU

Imam al-Ghazāli mendefinikan qalb, ruh, nafsu dan akal adalah istilah yang serupa tapi tidak sama. Tidak jarang orang memberi makna yang salah terhadap qalb, ruh, nafsu maupun akal. Qalb disebut juga hati. 

Hati memiliki dua pengertian, yakni secara fisik dan secara spiritual/ruhani. 

Pengertian hati secara fisik tidak ada bedanya antara manusia dengan hewan. Manusia punya hewan juga mempunyai. Makna hati secara spiritual inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Dengan hati ini manusia dapat berfikir, mengenal, mengetahui dan dapat memiliki keinginan, sehingga layak menerima taklif Allah. Karena itulah manusia dituntut mengenal Allah, beribadah, dan beramal untuk menuju dekat dengan Allah.

Bagaimana mengenali hati, nafsu dan akal, lalu bagaimana kedudukan masing-masing akan dibahas dalam penjelasan berikut. Sehingga kita bisa menggunakan semuanya dengan baik sesuai tuntunan syariat.

RENUNGKAN FIRMAN ALLAH SWT.

Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yangdengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada. ( QS. Aِlِ-Ḥaj/22:46)


A. PENGERTIAN NAFSU, AKAL DAN QALBU
1. Nafsu
a. Pengertian
Kata nafsu bahasa berasal dari bahasa Arab, Nafsun (kata mufrad) jama’nya: anfus atau Nufusun dapat diartikkan ruh, nyawa, tubuh dari seseorang, darah, niat, orang dan kehendak atau keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yg kuat.

Secara istilah nafsu, adalah laṭhīfah/ sesuatu yang lembut pada diri seseorang yang mnimbulkan keinginan seseorang atau dorongan-dorongan hati yang kuat untuk memuaskan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Misalnya keinginan makan, minum, disanjung dihargai dan sebagainya. Karena itu sering disebut dengan hawa nafsu.

Adapun pengertian hawa nafsu adalah sesuatu yang disenangi oleh jiwa kita baik bersifat jasmani maupun nafsu yang bersifat maknawi. Nafsu yang bersifat jasmani yaitu sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan tubuh kita seperti makanan, minum, dan kebutuhan biologis lainnya. Nafsu yang bersifat maknawi yaitu, nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan rohani seperti, nafsu ingin diperhatikan orang lain, ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, paling pinter, paling berperan, paling hebat, nafsu ingin disanjung dan lain-lain. Nafsu dalam pengertian seperti ini dalam kondisi tertentu dibutuhkan bagi kehidupan manusia, namun harus dikendalikan dengan baik agar tidak mengakibatkan pengaruh buruk / negatif bagi manusia. Nafsu yang telah terkendali akan
menimbulkan ketenangan jiwa.

Ketika kita menelaah ayat-ayat al-Quran, kita temukan ayat-ayat tersebut menunjukkan berbagai keadaan jiwa manusia dan menamainya dengan nama-nama yang berbeda yang mencerminkan tingkatan kondisi jiwa/nafsu , yaitu sebagai berikut:

1) Nafsu ammārah.
Diambil dari Ayat al-Qur’an Surat Yusuf: 53

Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. Yusuf:53)

Nafsu ini memerintahkan seseorang kepada keburukan, dan apabila ia mengajak kepada kebaikan, sesungguhnya di balik kebaikan itu menyimpan maksud yang buruk, maka hasil akhirnya juga buruk. Maka setiap keinginan nafsu harus dicurigai, tidak boleh begitu saja menerima.

2) Nafsu Lawwāmah;
Berdasarkan ayat al-Qur’an Surat al-Qiyāmah 2 :

Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).
(QS Al-Qiyāmah: 2)

Yang dimaksud dengan an-nafs al-lawwāmah adalah jiwa orangMukmin yang mencelanya di dunia atas kemaksiatan, memandang berat ketaatan, dan memberinya manfaat pada Hari Kiamat. Ketika seseorang memerangi nafsu ini dan ditekan terus supaya nafsu ini ikut kepada suatu yang benar menurut syari’at ,maka seorang pun takkan mampu mengalahkan nafsu ini. Kemudian nafsu ini akan kembali ke pemiliknya dengan dicela-cela dirinya.

3) Nafsu Muṭmainnah:
Diambil dari Ayat al-Qur’an Surat Al-Fajr 27-28.

27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hatiyang puas lagi diridhai-Nya. (QS Al-Fajr 27-28).

An-Nafs al-muṭhmainnah adalah yang senang kepada Tuhannya dan ridha terhadap apa yang diridhai-Nya. Disifatinya jiwa itu dengan rādḥiyah (ridha), karena ketenangannya kepada Tuhannya mendatangkan keridhaannya atas apa yang telah menjadi takdir dan qadha. Dengan demikian, bencana tidak membuatnya marah dan kemaksiatan tidak membuatnya berpaling. Apabila hamba ridha kepada Tuhannya maka Tuhan pun ridha kepadanya. Oleh karena itu, firman-Nya: raḍhiyah (ridha) diikuti dengan firman-Nya: marḍhiyyah (diridhai).

b. Dalil naqli tentang nafsu
Di samping ayat tersebut di atas, masih banyak ayat al-Quran sebagai dalil naqli yang menjelaskan tentang nafs, antara lain dengan menggunakan kata “Hawā”;

Allah SWT. berfirman:
50. Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) Ketahuilah bahwa
Sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka).
dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya
dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS Al-Qaṣaṣ :50)

2. Akal
a. Pengertian
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah maṣdar dari kata ‘aqala – ya’qilu – ‘aqlan yang maknanya adalah “fahima wa tadabbara” yang artinya “dia paham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang)”. Maka al-‘aql, sebagai maṣdar dari kata kerja ‘aqala, maknanya adalah kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu. Sesuatu itu bisa ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh panca indra.

Secara etimologis akal juga memiliki arti menahan (al-imsāk), ikatan (ar-ribāṭh), menahan (al-ḥajr), melarang (an-nahy) dan mencegah (al-man’u). 

Dengan makna ini, maka yang dinaksud dengan orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya.

Sedangkan, menurut Istilah akal adalah sesuatu yang halus (laṭifah) yang mempunyai daya kemampun untuk memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan pengetahuan. Akal dengan demikian memiliki fungsi kognisi, yaitu untuk memperhatikan, memikirkan, menjelaskan, mempertimbangkan semua fenomena yang ditangkap oleh panca indra sehingga dapat berpendapat, berimajinasi, menilai dan sebagainya.

b. Dalil Naqli tentang Akal
Dikatakan di dalam Al-Qur’an:

Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS.al-ḥajj/22:46)

Dari ayat ini dijelaskan bahwa al-’aql itu ada di dalam al-qalb. Ia dapat memahami dan memikirkan (ya’qilu) dengan menggunakan al-qalb.

37. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatanbagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaf: 37)

Dalam ayat ini qalb bermakna akal, dalam arti hati itulah yang dipakai untuk memikirkan suatu kejadian dan menjadikannya sebagai pelajaran dalam kehidupan manusia.

3. Qalb
a. Pengertian
Qalb secara bahasa artinya membalik. Dalam konteks ini hati disebut qalb karena siafat hati yang selalu berubah-ubah dan membolak-balik keadaan.
Kadang sedih, gembira, sebentar senang lalu benci dan seterusnya. Tidak ada jaminan hati selalu tetap. Allah lah yang membolak-balik hati manusia. Karena  tu jika dalam hati muncul keinginan yang baik maka segeralah laksanakan jangan ditunda-tunda sebelum keinginan itu berubah.

Qalb juga disebut hati. Hati ada dua pengertian, yakni hati dalam arti daging dan hati dalam arti sesuatu yg halus, bersifat ketuhanan. Hati dalam arti daging adalah sebuah organ tubuh yg tersimpan dan terlindung tulang belulang yg berada didada disebelah kiri manusia. Pada daging hati terdapat
lubang dan jaringan yg halus. Didalam lubang (rongga) terdapat pula darah hitam yg menjadi sumber roh. Makna lain dari hati ialah merupakan sesuatu yg halus, rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniyah (kerohanian) dan terkait dengan hati jasmani (ditubuh kita).

Hati halus merupakan hakikat manusia. Hati dalam pengertian sesuatu halus dan kerohanian inilah yg mampu mengenal diri sendiri dan yg menjadi subyek pembicaraan (khithab), disiksa, dicela dan dituntut oleh Allah. Kondisi hati memiliki kaitan dengan jasmani yg menentukan sifat serta watak manusia yg tampak secara lahiriah. Karena itu hati yang sedang marah, sedih, gembira dan sebagainya akan memancar ke luar dan tampak pada wajah atau wujud dalam bahasa tubuh seseorang.

b. Dalil naqli tentang qalbu
Surat Muhammad ayat 16:

16. Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang Berkata kepada orang yang Telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): “Apakah yang dikatakannya tadi?” mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati
mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.

Dalam ayat ini hati dengan makna sesuatu yang mampu mempertimbangkan sehimgga bersikap menerima atau menolak suatu ajaran.

Nabi Muhammad saw bersabda:

Artinya : ”Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal daging. jika
gumpalan daging itu bagus maka akan baguslah seluruh anggota tubuh. Jika
gumpalan daging itu rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh”.
(HR. Bukhari).

Ayat dan hadiṣ ini menunjukkan bahwa kedudukan hati manusia sangat pentig. Ia menjadi sentral yang berfungsi mengendalikan prilaku lahir, penentu baik dan buruknya seseorang. Karena itu kelak di akhirat manusia yang selamat adalah yang yang menghadap Allah dengan hati dalam kondisi “
saliim”. Yaitu hati yang selamat dari penyakit, bersih dan baik.

B. MEMBANDINGKAN KEDUDUKAN NAFSU, AKAL DAN QALBU
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa nafsu, akal dan qalbmemiliki makna serupa, yaitu susuatu yang lembut/ laṭifah. Sesuatu yang tidakbisa diindra namun mempunyai daya pengaruh penentu baik-buruknya seseorang.Sehingga jika hati baik maka prilaku anggota lahirpun akan baik. Jika hati burukmaka prilaku anggota lahirpun buruk.

Kedudukan antara hati dengan anggota badan ibarat seperti raja dengan rakyatnya. Akal ibarat menterinya, dan nafsu polisinya/ tentara. Jika polisi bertindak tidak mengikuti perintah raja dan pertimbangan menteri maka akan melahirkan perbuatan melenceng dari semestinya, dan semena-mena. 

Demikian juga nafsu kesenangan jika dilepaskan dari petunjuk akal dan arahan hati maka akan melahirkan prilaku tercela dan merugikan. Nafsu diciptakan Allah SWT. bagi manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Manusia diberi nafsu makan, minum, seksual dan sebagainya agar anggota badan bisa berfungsi dan sehat serta melangsungkan keturunan. Demikian juga diberi nafsu marah agar dapat menjaga kehidupan dan harga dirinya. Manusia tidak bisa lepas dari nafsu, karena dengan nafsu manusia bisa bertahan hidup, dan dengan menggunakan nafsu juga manusia beramal ibadah. Karena itu nafsu tidak boleh dihilangkan sama sekali, juga tidak boleh dibebaskan sebebas-bebasnya. Namun penggunaannya nafsu mesti harus sesuai dengan petunjuk akal dan
pertimbangan hati. Nafsu tidak boleh menguasai seseorang.

Dengan akal seseorang mampu mendapatkan ilmu pengetahuan, menemukan kebenaran dan kesalahan, membedakan kebaikan dan keburukan, menghitung kemasahatan dan kemadlaratan. Namun untuk menentukan tindakan benar dari yang salah, baik dari yang buruk, dan maslahah dari yang mafsadah maka perlu pertimbangan hati yang jernih. Karena itu tugas setiap orang adalah bagaimana menjaga hati selalu dalam kondisi jernih, bersih dan bebas dari kotoran. Orang seperti inilah yang beruntung dunia-akhirat, sebagaimana penjelasan surat al-Syamsy ayat 9-10:

9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. Dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.( QS. Asyamsy:9-10)

Setiap perbuatan maksiat atau dosa seseorang akan berdampak bekas hitam
pada hati. Jika kemaksiatan tersebut berlangasung terus-menerus maka hati benarbenar
menjadi hitam pekat. Jika hati menjadi hitam maka tidak bisa menerima
kebenaran, sulit mengendalikan hawa nafsu dan berat untuk melakukan kebajikan.

Hati seperti inilah yang digambarkan Allah sebagai hati yang terkunci dan buta.

14. Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan
itu menutupi hati mereka.(QS. al-Muṭhaffifin: 14).

Orang yang hanya menuruti kesenangan hawa nafsunya, akan serakah dan
tidak akan merasa puas. Inilah sumber malapetaka. Ia akan mudah jatuh kepada
kemaksiatan dan dosa. Sedangkan orang yang banyak dosa hatinya menjadi
kotor, hitam dan tertutup. Hati yang tertutup akan tumpul tidak peka terhadap
perasaan dan kebenaran, sehingga menyebabkan jauh dari Allah SWT. Orang
yang berbuat dosa juga disebabkan kebodohan dan tidak mau menggunakan akal
sehatnya. Orang yang tidak menggunakan akal sehatnya mudah sekali melakukan
kesalahan dan dosa. Dengan demikian jelaslah hubungan antara nafsu, akal dan
hati dalam kehidupan ini. Satu sama lain serupa dan saling terkait. Maka orang
yang beruntung adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dengan akal
yang sehat dan hati yang jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali akan memancar
ke angota badan sehingga membuahkan prilaku akhlakul karimah.

D. PERILAKU ORANG YANG MEMILIKI NAFSU, AKAL DAN QALB
Dengan memahami ajaran Islam mengenai nafsu. Akal dan hati, maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut:

1. Dalam kehidupan sehari hari hendaknya tidak menuruti kesenangan nafsu, sebab kesenangan nafsu selalu berakhir penyesalan bahkan kehancuran, sekalipun kadang berwujud kebaikan.

2. Selalu mengasah kecerdasan, menggunakan akal untuk mempertimbangkan semua hal yang akan kita lakukan. Pertimbangkan untung ruginya, baik buruknya, dan dampak maslahah madlorotnya.

3. Setiap hari hendaknya ada tambahan ilmu yang masuk dalam akal kita terutama ilmu agama, yaitu ilmu yang berkaitan dengan aturan Allah dalam setiap yang akan kita lakukan. Kemudian memastikan apa yang kita laukan tidak keluar dari aturan Allah tersebut.

4. Hendaknya mengasah ketajaman perasaan, dan kepekaan hati agar hati nurani kita berfunfsi dengan baik. Yaitu hati bisa mengendalikan pikiran dan nafsu dalam setiap tindakan.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top