Tamak adalah mengharapkan apa yang dipunyai orang lain dengan tanpa hak. Orang tamak selalu mengharap pemberian orang lain, dengan tanpa alasan.
Jika mengharap sesuatu dari orang lain karena ada alasan yang benar, misalnya mengharap upah dari transaksi sewa, jasa, jual beli dan sebagainya maka bukan termasuk sikap tamak. Sikap seperti ini didorong oleh perasaan tidak puas terhadap apa yang dimiliki. Tidak yakin bahwa semua sudah diatur dengan qoḍā’ dan takdir Allah SWT. Sehingga harapannya digantungkan kepada orang lain bukan kepada Allah SWT. Orang yang tamak selalu merasa bahwa harta kekayaan yang dimilikinya selalu kurang dan tidak mau bersyukur kepada Allah SWT.
Orang yang tamak tidak pernah hidup dengan puas, damai dan tentram.
Ia selalu gelisah karena dipermainkan oleh keinginan-keingianan yang tidak
pernah putus. Akibatnya hidupnya diperbudak oleh keinginan dunia sehimgga
menjadi hina dan dipandang rendah oleh masyarakat.
Sikap tamak juga muncul karena tidak merasa puas terhadap apa yang
ada, dan tidak bisa menerima terhadap kesederhanaan dalam makan, minum
dan berpakaian. Keinginannya terlalu tinggi dari kemampuannya. Sehingga
mendorong sikap mengharap pemberian orang lain, meminta, bahkan
merendahkan diri dihadapan orang kaya demi mendapatkan sesuatu. Tidak
mau berusaha dan bekerja dengan optimal, lebih suka berpangku tangan.
b. Dalil-Dalil Tentang Tamak
Dalam Al-Qur’an, terdapat keterangan masalah rakus atau tamak, antara lain pada surah Al-Baqarah ayat 96 yaitu :
Artinya : “ Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari pada orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 96)
Begitu juga dalam hadits, antara lain disebutkan:
Artinya:
Rasulullah saw bersabda: Hai manusia, berbaik-baiklah dalam mencari (nafkah); karena sesungguhnya hamba tidak mendapatkan (sesuatu), kecuali apa yang telah ditakdirkan padanya.” (HR. Al-Ḥākim).
Hadits ini menjelaskan bahwa semua yang diterima oleh manusia sudah diatur dan sudah ditetapkan olah Allah SWT, karena itu tugas manusia adalah memperbaiki usaha/pekerjaan yang dilakukannya sesuai aturan Allah SWT, sehingga prilaku dalam bekerjanya teratur dan indah.
c. Cara menghindar dari sifat tamak
Pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak puas. Karena itu mudah bersikap tamak.
Agar terhindar dari sikap tamak, maka perlu melakukan hal-hal sebagai berikut ;
1. Bersikap sederhana dalam kehehidupan, berpakaian, makan dan minum. Orang yang bermewah-mewah dalam hidup maka akan besar pengeluaran. Orang yang pengeluarannya besar maka sulit bersikap qanaah. Hal ini akan mendorong bersikap mengharap apa yang dipunyai orang lain.
2. Memantapkan keyakinan bahwa rizki yang ditakdirkan Allah pasti akan sampai pada dirinya sekalipun tidak serakah.
3. Menyadari bahwa pada sikap qanāāh terdapat kemuliaan dan harga diri, dan pada sikap tamak dan serakah menimbulkan kehinaan di mata orang lain.
4. Banyak merenungkan keburukan prilaku orang-orang yang tamak dan serakah, serta merenungkan cerita kebaikan prilaku para wali dan para nabi yang mulia itu. Kemudian menentukan pilihan, kepada siapakah kita akan meneladani. Sehingga dengan demikian kita akan merasa ringan bersikap sederhana dan menerima apa yang dimiliki. Tidak menginginkan apa yang ada pada orang lain.
5. Dalam urusan dunia, memandang orang yang lebih rendah, dan memandang kepada oang yang lebih tinggi dalam urusan akhirat.
Tidak ada komentar: